AKTA GEREJA TAHUN 2000 (Ketetapan PS XVII No. VI/PS.GPIB/2000)

POLIGAMI & POLIANDRI
  1. Masalah
    1. Pemahaman Poligami, seorang pria/suami mempunyai banyak istri. Poligami berasal dari 2 kata Yunani, yaitu polus berarti banyak dan gamos berarti kawin.
    2. Pemahaman Poliandri, seorang wanita/istri mempunyai banyak suami. Poliandri berasal dari 2 kata Yunani, yaitu polus berarti banyak dan andros berarti pria.
    3. Dorongan seksual dan penyimpangan / kelainan seksual memberi saham terjadinya hal ini.
    4. Pasangan yang tidak memperoleh anak dijadikan alasan untuk melakukan hal ini.
    5. Kesehatan yang mengganggu keserasian hubungan suami-istri, juga membuka peluang terjadinya hal ini.
    6. Undang-Undang No. 1/1974 tentang perkawinan pada pasal-pasal terkait memungkinkan terjadinya mengganti pasangan.
  2. Telaah dan Kesimpulan
    1. Keluhuran hidup rumah-tangga / suami-istri mendapat tempat yang sangat khas dalam Alkitab sejak Kitab Kejadian sampai Wahyu,
    2. Kehidupan seksual adalah karunia Tuhan dan Alkitab mengajarkan penggunaan seks secara bertanggungjawab, terkendali, terukur dan tepat guna - tepat sasaran
  3. Prinsip Penyelesaian
    1. GPIB tidak membenarkan poligami dan poliandri,
    2. Perlu diupayakan pendampingan pada orang/pasangan yang bermasalah
  4. Petunjuk Pelaksanaan
    1. Mengoptimalkan katekisasi pra-nikah inklusif poligami dan poliandri,
    2. Dibentuk Forum dialog, pembinaan bagi pasangan-pasangan muda / keluarga baru, maupun kelompok usia 40-an (dangerous age).
BISEKS
  1. Masalah
    1. Pengertian Biseks, kecenderungan seseorang dalam melaksanakan coitus dengan pasangan nikahnya maupun dengan gender.
    2. Faktor genetika dalam biologis manusia seksual juga memiliki dorongan penting. Karena setiap manusia secara hormonal tentunya memiliki hormon laki-laki maupun perempuan dalam tubuhnya. Hanya hormon seks mana yang cenderung lebih mempengaruhi gerak organ tubuhnya sehingga manusia itu layak disebut laki-laki atau perempuan.
    3. Pengaruh lingkungan, pengendalian emosi kejiwaan yang labil, juga sangat menunjang kemungkinan penyimpangan seksual seseorang.
    4. Kebutuhan bagi seorang manusia seksual dalam memenuhi kehidupannya.
    5. Gereja perlu menggumulkan peranannya, dalam menajamkan fungsi lembaga nikah yang sah.
  2. Kesimpulan
    1. Allah menganugerahkan seks sebagai alat reproduksi bagi manusia (Kej. 1:28; 2:18,24), pernyataan ekspresi cinta kasih suami istri, dan sebagai anugerah Allah yang perlu di pelihara
    2. Tindakan biseks, tidak dapat dibenarkan (Rom. 1:26-27; Ef. 5:28,29)
  3. Prinsip Penyelesaian
    1. Gereja perlu menajamkan pelaksanaan penanganan pra-nikah dan sesudah nikah dengan baik dan berkesinambungan, bagi pasanganpasangan nikah.
    2. Khusus bagi seorang biseks, diperlukan pendekatan pastoral khusus dan proposional
  4. Petunjuk Pelaksanaan
    1. Gereja dalam penanganan masalah biseks harus peka dan cederung merangkul.
    2. Gereja perlu mengadakan pendekatan pribadi dalam fase pra-nikah, agar memahami latar belakang faktor penyimpangan.
    3. Pembinaan warga gereja, perlu ditingkatkan dalam pemeliharaan keluarga sejahtera.
    4. Pemanfaatan tenaga ahli (SDI Jemaat), yang berkualitas dibidangnya.
PENJUALAN ORGAN TUBUH
  1. Masalah
    1. Yang dimaksud penjualan organ tubuh adalah menjual bagian tubuh manusia yang masih berfungsi untuk dipakai orang lain yang membutuhkan.
    2. Pada umumnya organ tubuh manusia yang akan di pakai oleh orang, bukan untuk diperjual-belikan tapi di sumbang. Yang menyumbang adalah donor.
    3. Sampai saat ini yang biasa di sumbang adalah ginjal, kornea mata, sperma dan darah. Bagian tubuh atau apa yang ada dalam tubuh manusia tidak diperbolehkan di jual tetapi disumbangkan. Disumbangkan harus atas persetujuan atau kesediaan si penyumbang.
  2. Kesimpulan
    1. Gereja hendaknya mengarahkan jemaat agar bersedia menjadi penyumbang organ tubuh bagi sesama manusia (bila penyumbang meninggal) dan bukan untuk diperjual-belikan.
    2. Karena sekarang ini jual beli organ tubuh dan darah makin marak, dan dapat juga diadakan otopsi terselubung.
  3. Prinsip Penyelesaian
    1. Warga atau Gereja hendaknya di tuntun dalam kesadaran agar menjadi donor organ tubuh (setelah meninggal) bagi orang yang membutuhkan dengan sangat.
    2. Ada pendapat sebagian orang, bahwa kalau organ-organ tubuhnya diotopsi dan disumbang, maka tubuhnya sudah tidak utuh lagi pada saat dikebumikan.
PENGGUNAAN RAHIM ORANG LAIN
  1. Masalah
    1. Pasangan suami istri sehat dan mendambakan keturunan dalam kehidupan keluarganya karena satu dan lain hal, sang istri tidak diperbolehkan mengandung; disebabkan mengidap penyakit jantung, hipertensi atau ada kelainan dalam rahim
    2. Untuk mengatasi dambaan / kerinduan mempunyai keturunan, pasangan suami istri ini sepakat meminta kesediaan istri orang lain (pihak ketiga) mengandung dan melahirkan anak mereka. Hal ini juga dengan persetujuan dari suami pihak ketiga.
    3. Pengunaan rahim orang lain di Negara Barat dan modern, merupakan hal biasa. Di Indonesia hal ini masih merupakan hal yang belum dapat diterima. Untuk itu gereja sudah harus mengantisipasi sejak dini, sehingga warganya tidak terbawa pengaruh arus modern yang bertentangan secara Alkitabiah.
  2. Kesimpulan
    1. Walaupun yang dikandung pihak ketiga adalah janin dari pasangan suami istri (sebut pihak pertama-kedua), namun tindakan ini harus di bahas secara tuntas apakah penggunaan rahim orang lain dapat di terima dari segi Teologis.
    2. Perlu ada pandangan / pendapat gereja sehingga warganya tidak terbawa pengaruh Barat / modern yang bisa saja di sebut "Amoral".
    3. Gereja jangan sampai terlambat mengantisipasi kejadian ini.
  3. Petunjuk Penyelesaian
    1. Majelis Sinode, pakar-pakar serta dokter-dokter spesialis, ahli kandungan, psikolog, sosiolog dan Pendeta harus menjelaskan kepada jemaat segala akibat dari penggunaan rahim orang lain.
    2. Rumah tangga Kristen atau mereka yang akan berumah tangga, siap menerima satu akan yang lain dengan segala keberadaannya, jangan saling menuding / mempersalahkan.
    3. Dan lebih fatal, bercerai. Hal ini harus dijelaskan,terlebih lagi harus di ingat Mat. 19:6 "Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia"
AIDS

Pendahuluan AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome) yakni kumpulan gejala dan tanda penyakit yang terinfeksi oleh HIV (Human Immuno Deficiency Virus) yang sangat merusak kekebalan tubuh, sehingga tubuh tak dapat mempertahankan diri terhadap serangan kuman penyakit. Penyakit ini baru ditemukan pada abad XX dan sudah menjadi keprihatinan dunia, penularannya melalui 3 (tiga) cara :

  1. Seksual (melalui hubungan kelamin) yang tidak sewajarnya,
  2. Paranteral (melalui alat tusuk / suntikan dan transfusi darah),
  3. Parinatal (melalui ibu hamil yang mengidap HIV kepada bayinya)

 

  1. Masalah
    1. Belum ditemukan obat penyembuh AIDS maupun vaksin bagi kekebalan terhadap HIV.
    2. Konsentrasi pandemi AIDS bila mencapai puncaknya akan merupakan malapetaka : keresahan sosial, kemelaratan, disintegrasi sosial dan kehancuran aspirasi serta ekonomi.
    3. Orang yang tertular Virus HIV tidak terlihat sakit, gejala AIDS baru nampak setelah + 5 tahun kemudian.
  2. Kesimpulan
    1. Dalam program nasional AIDS, sektor agama mempunyai peran penting dan menentukan antara lain dalam kegiatan pencegahan :
      1. Non Biodemik :
        1. Pengendalian perilaku seksual beresiko ketularan / menularkan HIV,
        2. Memperkuat perilaku seksual yang baik, sesuai dengan ajaran agama,
        3. Merubah perilaku seksual beresiko menajdi tidak beresiko,
        4. Mengatasi dampak negatif HIV/AIDS
        5. Mencegah reaksi negatif IPOLEKSOSBUD,
        6. Mencegah berkembangnya lingkungan sosial budaya dan ekonomi yang permisif terhadap perilaku seksual beresiko dan pornografi,
        7. Mengembangkan budaya malu dan idealisme yang merupakan pembendung budaya permisif seks serta kecenderungan lebih mementingkan kenikmatan sesaat.
      2. Biomedik :
        1. Penyuluhan kesehatan, penyebaran informasi dan pelaksanaan komunikasi tentang HIV/AIDS
        2. Pengembangan Ilmu Kesejahteraan Keluarga
      3. Multisektoral, perang melawan epidemi dan pandemi HIV/AIDS bukan berarti menyerang penderita HIV/AIDS. Ini bukan masalah kesehatan saja, akan tetapi masalah pendidikan, agama, lingkungan hidup, kebudayaan, kesejahteraan, dll. Kegiatan multisektoral ini haruslah terkoordinasi dengan baik, serasi dan sinergis dan sesegera mungkin.
  3. Prinsip Penyelesaian
    1. Disebabkan sikap hidup dengan pergaulan bebas merubah hubungan wajar menjadi hubungan yang janggal berupa homoseks dan lesbian. Ini merupakan sebab penularan HIV/AIDS. Hubungan ketidakwajaran itu di anggap biasa dan lenyapnya suara batin (Rom. 1:26b-27a). Kencan berganti-ganti pasangan, juga rentan terhadap HIV/AIDS.
    2. Mengatasi kecenderungan ini perlu sikap pemahaman berikut ini :
      1. Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan untuk menjadikan kesatuan mereka selaku suami-istri (monogami). Kesatuan yang dikehendaki Tuhan, tidak hanya menyangkut seksualitas, tetapi mencakup kepribadian dan kehidupan keduanya,
      2. HIV/AIDS berupa penyakit sosial karena hubungan seksual yang tidak wajar, dapat disebut sebagai koreksi dari Tuhan, supaya manusia sadar akan kekeliruannya lalu memperbaiki baik hubungan dengan sesama, khususnya dalam hubungan intim dan menjaga tubuhnya yang adalah pemberian Tuhan.
    3. Memberikan pemahaman kepada warga gereja tentang kehidupan seksualitas yang Allah kehendaki, berdasarkan Kidung Agung pasal 1 dan 2 bahwa :
      1. Seks diciptakan Allah demi kebaikan, sukacita dan pembentukan,
      2. Pernikahan sebagai lembaga yang direstui Allah guna ekspresi diri seks sehidup-semati yang unik,,
      3. Penggunaan seks yang benar guna peningkatan akal budi (Ams. 6:32)
      4. Kerahasiaan, kesucian seks suami istri wajib di junjung tinggi (Eps. 5:31-32, I Kor. 6:16-17), Keintiman total dari hubungan pernikahan (Kej. 2:23-25),
      5. Kesimpulan tentang seks (Ibrani 13:4) dan kehidupan seks tidak dijadikan alat laliman atara suami istri (Rom. 6:12-18)
    4. Penderita AIDS tidak boleh dikucilkan, namun tetap waspada terhadap penderita AIDS dan peralatan medis agar tidak tercemar virus HIV.
  4. Petunjuk Pelaksanaan Prinsip-prinsip yang berlaku atas seksual pasangan suami istri :
    1. Kasih Kristiani, utamakan memberi, saling menerima demi kelegaan dan kelugasan lahir batin suami istri.
    2. Lemah Lembut, menunjukkan pandangan bahwa Allah sumber pemenuhan harapan dan kepuasan dalam saling mengasihi, berdampingan menghadapi kesulitan apapun.
    3. Komunikasi, berdasarkan kasih dan kelemah lembutan, suami istri yang setia berkomunikasi menghasilkan banyak temuan, meniadakan luka hati dan ketakutan, meraih keberhasilan.
    4. Kemurnian, kehidupan seksual suami istri patut di jaga agar bebas dari segala yang mencemarkan.
    5. Kepekaan, suami maupun istri selalu sensitif terhadap kebutuhan dan keinginan pasangannya, tenggang rasa dan perhatian besar terhadap setiap aspek pernikahan, adalah sumbangan bagi keberhasilan pernikahan.
    6. Penguasaan diri, kesanggupan mengontrol keinginan-keinginan akan memberikan kebebasan dan kepuasan yang lebih besar.
    7. Persiapan, tiap peristiwa penting perlu dipersiapkan dengan seksama,mencakup perhatian, kebersihan, sikap postif, hati nurani yang murni, perbaiki kebiasaan-kebiasaan pribadi suami istri.
    8. Pendidikan seks bagi anak-anak :
      1. Buatlah agar anak bersikap terbuka terhadap orang tua,
      2. Kembangkan konsep-konsep dan nilai-nilai serta sikap berdasarkan Alkitab sepanjang sosialisasi nilai-nilai,
      3. Waspada agar tidak memancing rasa ingin tahu dan minat berlebihan yang belum saatnya,
      4. Tanamkan nilai kepantasan dan jangan terlampau menekankan pengetahuan faktual tentang seks itu sendiri
NARKOBA

PENDAHULUAN Narkoba (Narkotik dan Obat Berbahaya) atau Narkotik, Alkohol dan Zat Adiktif lainnya (NAZA) atau Narkotik, Alkohol, Psykhotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) telah menjadi masalah sosial di tingkat Nasional dan Internasional. Peredaran Narkoba ini sudah mencapai anak-anak usia 11-12 tahun, pembantu rumah tangga, pengangguran, eksekutif muda sampai manula, kalangan selebriti, sampai kalangan masyarakat di bawah standar kemiskinan.

  1. Masalah
    1. Faktor pendorong pemakaian Narkoba :
      1. Mudah kecewa,
      2. Tidak sabaran dan selalu terburu-buru,
      3. Mengalami proses penyimpangan seksual karena kurang baik proses identifikasi diri,
      4. Suka menentang aturan atau otoritas tertentu,
      5. Cepat bosan dan kurang tekun dalam mengerjakan sesuatu,
      6. Menampilkan perilaku antisosial pada usia dini misalnya suka mencuri,
      7. Adanya perasaan gelisah, tegang atau rasa sedih yang mendalam, dirasakan sangat berat dan mengganggu,
      8. - Adanya rasa ingin tahu dan mencoba sebagai salah satu bentuk petualangan dan memperoleh pengalaman baru,
      9. - Memperlancar pergaulan dan memperoleh rasa 'in group'
      10. - Sebagai hiburan, iseng, mengatasi rasa bosan dan jenuh.
    2. Penyalahgunaan obat-obatan dan salah obat dapat juga menyebabkan seseorang terjebak ketergantungan Narkoba, ketagihan. Penggunaan Narkoba yang berlebihan dapat mengakibatkan kematian.
    3. Pemakai Narkoba di jaring dengan Undang-Undang No. 2 tahun 1997 tentang Narkoba dan Undang-Undang No. 3 tahun 1997 tentang Psykhotropika.
    4. Keterlibatan seseorang dengan Narkoba dapat terjadi karena jebakan yang tidak disadari oleh si korban yang dalam keterbelakangan mental atau pada taraf perbatasan, atau karena tekanan / terpaksa.
  2. Kesimpulan
    1. Perlunya penyadaran dari orang tua selaku pelaku Amanat Allah (Kej. 1:26-28) dan menjadi orang tua bagi anak-anak (Kej. 4:1-2) :
      1. - Mengembangkan diri dan ber-anak cucu,
      2. - Pembentukan watak yang saleh, kedewasaan dalam diri anggota keluarga,
      3. - Pengembangan bakat dan karunia yang Allah berikan dalam diri tiap anak,
      4. - Menuntun anak-anak mengenal dan mengalami persekutuan sejati dengan Allah.
    2. Orang tua adalah perantara Perjanjian Allah pada anggota keluarga, peranan Allah dan FirmanNya selaku teladan bagi orang tua (Ef. 6:1, Kej. 6:18, Kel. 20:5, Mzm. 103:17-18, I Kor. 7:14). Orang tua sebagai partner Allah guna melindungi dan memimpin (Kel. 21:17, Im. 19:3; 20:9, Ef. 6:2)
    3. Anak-anak belajar dari orang tua mengenai sikap, prilaku dan tata nilai :
      1. - Bagaimana menghadapi persoalan pribadi maupun dengan sesama,
      2. - Bagaimana memberikan tanggapan terhadap situasi-situasi tertentu,
      3. - Orang tua yang gagal (Kel. 20:5, Im 20:4-5, Yes. 14:21-23, Yer. 9:14, Rat. 5:7),
      4. - Bagaimana orang tua saling memberi tanggapan dan membekali anak-anak dengan bijaksana.
    4. Penciptaan konteks dan lingkungan bagi perubahan positif dan pertumbuhan ke arah kepenuhan diri dan keutuhan kepribadian anak / anggota keluarga, keluarga yang berhasil (Maz. 128:1-6, Am. 31:10-31, Mal. 4:6)
    5. Kerjasama penanggulangan bahaya Narkoba antar Instansi Pemerintah, Masyarakat dan Agama-Agama.
  3. Prinsip Penyelesaian
    1. Khusus bagi anak / anggota keluarga pengguna Narkoba, orang tua perlu :
      1. Mengetahui kegiatan anak dan teman-teman dekat mereka,
      2. Meningkatkan mutu dan intensitas komunikasi dengan anak sesuai perkembangannya,
      3. Mendiskusikan pengetahuan mengenai Narkoba,
      4. Ikut memilih, menjelaskan apa yang baik untuk di tonton dan di baca anak
      5. Bekerjasama dengan guru di sekolah dan membantu program sekolah dalam pencegahan penyalahgunaan Narkoba.
    2. Penanganan dari sudut Medis, Sosial Budaya dna Hukum.
    3. Pendekatan Pastoral dilakukan kepada penderita atau korban Narkoba secara terus menerus.
  4. Petunjuk Pelaksanaan
    1. Mengadakan langkah-langkah pengobatan :
      1. Tahap 1, Penyaringan (pendampingan dan wawancara)
      2. Tahap 2, Terapi Detoksifikasi (Tipe opiat, ganja, amfetamin, alkohol, kokain)
      3. Tahap 3, Terapi Komplikasi Medik
      4. Tahap 4, Stabilisasi / Rehabilitasi (Fisik, mental, sosial, vokasional, keagamaan, pendidikan dan kebudayaan).
    2. Pengobatan Alternatif : Terapi Meditasi Hipnosis, Akupuntur, Komunikasi dan Doa.
ORANG TUA TUNGGAL
  1. Pengertian Yang di maksud dengan istilah Orang Tua Tunggal adalah :
    1. Laki-laki atau perempuan dewasa yang seorang diri saja memikul tanggungjawab utama mengasuh dan membesarkan anak,
    2. Tejadinya karena (yang lazim / umum) :
      1. Kelahiran anak di luar nikah, mengadopsi anak, bercerai dari pasangan hidup.
      2. Yang luar biasa :
      3. Seorang perempuan lajang membeli benih sperma laki-laki ke kandungannya sendiri, atau laki-laki lajang menyewa rahim wanita tanpa di ikat dalam hubungan perkawinan,
      4. Gejala ini muncul pada pria homoseks atau wanita lesbian ingin punya anak dari benihnya sendiri menggunakan bank sperma dan teknologi genetika.
  2. Kesimpulan
    1. Kesepian, kurangnya persekutuan antara orang tua tunggal dengan anak-anaknya.
    2. Anak-anak kurang mendapat perlindungan dan bimbingan dari orang tua tunggalnya, kesulitan sang anak dalam hal kedisiplinan, kehilangan rasa aman dalam diri anak karena kurang penilikkan dan pengawasan dari orang tua tunggal.
    3. Sekalipun hal yang luar biasa disebutkan di atas belum lazim dilakukan di Indonesia, namun tak dapat dielakkan dalam suatu dunia yang makin maju terbuka dengan berbagai kemungkinan baru, untuk itu :
      1. Perlu dipikirkan dampak psikis bagi wanita yang menyewakan rahimnya, dan psikis anak itu sendiri,
      2. Bagaimana gereja menjalankan tugas dan fungsinya memberi penjelasan dan pemahaman teologis kepada warganya tentang pernikahan, keluarga dan hakekat penciptaan Allah,
      3. Perlu pemahaman Teologi tentang boleh tidaknya seseorang mempunyai anak tanpa terikat dalam perkawinan sah.
  3. Prinsip Penyelesaian
    1. GPIB menolak segala yang bertentangan dengan hakekat penciptaan Allah dan keluhuran pernikahan Kristen (Kej. 1:26-2:27; 18:28, Im. 18:130, Ef. 522-23).
    2. Mempunyai anak bukan dengan suami / istri sendiri dalam sebuah lembaga pernikahan adalah perzinahan (Kej. 1:26-28, Kel. 20:14; 14:17, Mat. 5:26-30).
    3. Khusus bagi orang tua tunggal dan anak-anaknya karena cerai (mati atau hidup), adopsi dan yang lahir di luar nikah yang sah :
      1. Mereka harus di sambut dalam jemaat secara terbuka dengan petunjuk Alkitab dilakukan berbagai pendampingan,
      2. Jaminan persekutuan jemaat bagi perlindungan dan rasa aman (dalam kegaitan diakonia)
      3. Menyatukan diri dalam keluarga luas (Maz. 68:5-6), mengandalkan Tuhan (Yer. 49:11, Maz 118:8-9)
      4. Bantuan pendidikan dan latihan keterampilan bagi anak-anak tersebut untuk masa depan mereka yang lebih baik
  4. Petunjuk Pelaksanaan
    1. Menolong warga memahami hakekat dirinya sebagai ciptaan Allah, pembinaan penciptaan keluarga yang wajar dan menjauhkan diri dari berbagai syndrom sosial yang negatif.
    2. Gereja perlu penjelasan secara rinci penilaian dan penyelenggaraan medis dalam penanggulangan psykosis, pendekatan hukum terhadap status Orang Tua Tunggal dan anak-anaknya.
ALAT KELAMIN BUATAN
  1. Masalah
    1. Kenyataan, terjadinya berbagai kasus ada perempuan di perkosa atau akibat kecelakaan sehingga mengalami kerusakkan pada alat genitalnya atau pada laki-laki banyak mengalami gangguan impotensi.
    2. Kemajuan ilmu teknologi canggih dan kemajuan riset ilmuan di bidang Medis, diperkirakan Dr. Myron Murdock (kompas, 15 Nov 1999) bahwa pada 25 tahun mendatang kemajuan riset genetika dapat melakukan cangkok penis / vagina yang di buat lewat rekayasa genetika. Menurut riset, alat kelamin laki-laki atau perempuan yang hilang, tak berfungsi (akibat kecelakaan, perkosaan, impotensi) atau tidak mamadai, bisa di ganti dengan organ buatan yang dicangkokkan agar berfungsi normal.
  2. Kesimpulan
    1. Diperlukan usaha gereja mengantisipasi permasalahan ini sedini mungkin.
    2. Gereja perlu menjelaskan pemahaman teologis yang mendasar tentang hakekat penciptaan Allah dan manusia.
  3. Prinsip Penyelesaian
    1. Gereja perlu mengadakan seminar khusus membahas masalah ini dengan tim medis atau hukum.
    2. Gereja perlu membimbing dan membina warganya yang mungkin mengalami kasus di perkosa, kecelakaan, atau impotensi, melalui konseling pastoral dengan melibatkan tenaga profesional.
    3. Gereja dapat menerima hasil riset genetika karena berdampak besar menolong laki-laki / perempuan mengembalikan jati dirinya kembali.
    4. Gereja menolak jika alat kelamin manusia dipindah-pindahkan atau digantikan dengan alat kelamin orang lain (Kej. 1:28;31, Ef. 5:29)
  4. Petunjuk Pelaksanaan
    1. Majelis Sinode GPIB perlu merekomendasikan pembuatan kumpulan Akta Gereja agar warganya terbekali dengan suatu pemahaman yang baik.
    2. Perlu adanya penyuluhan, pembinaan yang berkesinambungan guna melengkapi warganya atas pemahaman teologis yang mendasar