AKTA GEREJA TAHUN 1995 (Ketetapan PS XIV No. VI/PS.GPIB/1995)
Akta Sekitar Pernikahan
Sejumlah Akta Gereja yang menyangkut soal “Pernikahan” dijadikan satu Akta, yaitu Akta tentang Pernikahan yang meliputi Pertunangan, Pernikahan, Abortus dan Perceraian.
PERTUNANGAN
- Masalah
- Yang dimaksud dengan Pertunangan adalah suatu lembaga adat yang masih berlangsung dalam masyarakat Indonesia dan kebiasaan dimana HOCI masih berlaku dan digunakan oleh Gereja untuk meresmikan hubungan mereka, mendoakan, membina dan menggembalakan warganya menujuh Pernikahan.
- Dalam wilayah pelayanan GPIB, dimana kaidah-kaidah hukum adat masih berlangsung, Pertunangan mengakibatkan perjanjian untuk menikah kalah, serta pembatasan pergaulan antara kedua pihak yang bertunangan.
- Pertunangan antara warta Gereja dengan bukan warga Gereja.
- Kesimpulan dan Telaah Gereja
- Diperlukan pembahasan Alkitabiah yang sungguh-sungguh tentang kepentingan Pertunangan dalam GPIB.
- Pertunangan harus dilihat sebagai cara Gereja mempersiapkan kwalitas warga, baik dalam bidang rohani maupun jasmani menuju Pernikahan, dengan menyoroti pula kemungkinan-kemungkinan yang negatif.
- Diperlukan pembinaan khusus, melalui kelas Katekisasi Pernikahan, bagi orang-orang yang bertunangan dalam rangka mempersiapkan diri menuju jenjang Pernikahan.
- Prinsip Penyelesaian
- Pertunangan sebagai upacara, harus diawali dengan percakapan penggembalaan. Setelah upacara Pertunangan, yang bersangkutan harus mengikuti katekisasi khusus untuk Pernikahan.
- Pernikahan baru dapat dilaksanakan, setelah penggembalaan Pernikahan dilakukan secara intensiv dan berkesinambungan.
- Petunjuk Pelaksanaan
- Pertunangan harus dilayani oleh Gereja.
- Majelis Sinode agar membuat Tata Ibadah Pertunangan yang seragam.
- Agar ada kelas Khusus Katekisasi Pernikahan yang dibuka secara periodik oleh Gereja dan ditangani komisi yang melibatkan tenagatenaga profesional dari berbagai bidang.
- Rekomendasi Majelis Sinode hendaknya membuat tuntunan penggembalaan Pertunangan yang seragam untuk seluruh GPIB. Beberapa catatan :
- Dalam melaksanakan penggembalaan, Pendeta bukan dilihat sebagai “hakim” tetapi sebagai “Pastor”.
- Pertunangan bukan cara Gereja, tapi Pertunangan dapat dimanfaatkan oleh Gereja sebagai sarana pembinaan warga Gereja.
- Kegagalan di dalam Pertunangan dapat membawa akibat negatif, bila dilihat dari segi sosial ekonomi maupun kriminal.
ABORTUS
- Masalah
- Pengertian : Pengangkatan bakal manusia rahim / kandungan dengan campur tangan manusia yang mengakibatkan kematian.
- Dalam kenyataan bahwa pengguguran ada dalam kehidupan Jemaat / masyarakat dalam bentuk : Keguguran
- Pengguguran langsung
- Pengguguran yang bersifat Therapeutis (Terapi)
- Gereja menggumuli masalah pengguguran dalam menentukan sikapnya.
- Kesimpulan Dan Telaah Gereja Baik hidup maupun dalam mati kita ini milik Tuhan, karena itu menjadi kewajiban bagi kita untuk menjaga bagi kita, memelihara dan menghargai hidup itu. (Bandingkan Mazmur 139 : 13, Roma 8 : 38, 39 ).
- Prinsip Penyelesaian
- Dalam penanganan masalah keguguran, Gereja tetap berprinsip bahwa baik hidup ataupun mati kita ini milik Tuhan, namun realita Gereja tetap menggumuli masalah-masalah pengguguran, oleh karena itu perlu diambil langkah-langkah / tindakan baik bersifat pembinaan maupun penggembalaan
- Untuk mencegah terjadinya praktek pengguguran, maka peranan pembinaan warga Jemaat disemua tingkat : Keluarga, PA, PT, GP dan warga Jemaat / masyarakat. Khusus terhadap kasus-kasus yang bersifat dilematis perlu diadakan konsultasi dengan para ahli.
- Terhadap kasus yang sudah terjadi menjadi kewajiban Gereja untuk melakukan penggembalaan disamping konsultasi dengan para ahli.
Referensi :
- Pastor DR. Alex Paat, Data Aborsi di USA.
- Pastor DR. Alex Paat, Garis Besar hasil pembuahan
PERCERAIAN
- Masalah
- Bahwa Allah menciptakan langit, bumi dan segala isinya. Allah juga menciptakan manusia menurut citraNya. DiciptakanNya laki-laki dan perempuan untuk menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi. Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya. Persekutuan antara suami-isteri ini adalah suatu rahasia yang besar yang mencerminkan hubungan Kristus dengan JemaatNya.
- Firman Allah menyatakan bahwa oleh dosa maka Pernikahan manusia menghadapi kesukaran, kedukaan, pergumulan dan pencobaan. Namun demikian Kristus tetap menempatkan pernikahan orang beriman dalam terang kasih karuniaNya dan memberikan kepastian kebahagiaan serta keselamatan bagi mereka yang setia kepadaNya. Alkitb juga menyaksikan bahwa oleh ketegaran hati manusia, maka dasar-dasar nikah itu sering goncang dan mengalami kegagalan yang dapat mengakibatkan perceraian.
- Beberapa motivasi yang melatar belakangi suatu Perceraian :
- Motivasi yang berkaitan dengan latar belakang serta maksud orang menikah :
- Alasan yang materialistis;
- Alasan suku / kawin paksa secara adat;
- Alasan prestasi (gengsi);
- Alasan menyelamatkan nama baik keluarga;
- Alasan kawin bisnis (kawin kontrak);
- Alasan kehamilan;
- Alasan pemuasan libido (hawa nafsu) seks;
- Alasan akibat perjodohan orang tua;
- Alasan batas usia muda;
- Motivasi: yang berkaitan dengan kenyataan yang muncul dalam Pernikahan
- Alasan ketidak puasan seksual;
- Alasan penyimpangan perilaku;
- Alasan keterlibatan pihak ketiga, misalnya : Orang tua, teman, kenalan;
- Alasan Ekonomi;
- Alasan perangai, (kelakuan);
- Alasan penyimpangan perilaku seksual;
- Alasan krisis identitas;
- Alasan kurangnya penghargaan terhadap pasangan;
- Alasan perbedaan agama;
- Alasan tempat tinggal yang berjauhan.
- Motivasi yang berkaitan dengan latar belakang serta maksud orang menikah :
- Kesimpulan dan Telaah Gereja
- Diperlukan pembahasan yang sungguh-sungguh mengenai dasar-dasar teologis tentang boleh tidaknya Perceraian.
- Perlu diadakan pedoman penggembalaan bagi mereka yang akan nikah.
- Perlu diadakan pedoman penggembalaan bagi mereka yang telah menikah.
- Perlu penggembalaan kepada pasangan nikah secara intensif dan berkesinambungan
- Prinsip Penyelesaian
- Secara prinsip GPIB menolak dengan tegas Perceraian.
- Krisis-krisis yang muncul dalam Pernikahan harus ditangani lewat penggembalaan dengan melibatkan pula pihak-pihak lainnya (Psikolog, Badan Penasehat Pernikahan).
- Bilamana ternyata Perceraian yang gagal itu tidak dapat dielakkan dan jalan satu-satunya untuk menghindari kegagalan bagi suami-isteri dan atau anak yang bersangkutan, maka Gereja wajib mengadakan penggembalaan khusus kepada insan yang bersangkutan secara intensif dan berkesinambungan.
- Petunjuk Pelaksanaan
- GPIB perlu menyusun dasar-dasar Pernikahan secara Alkitabiah.
- GPIB perlu menyusun materi pembinaan dan melaksanakan pembinaan kepada warga jemaat pra-nikah.
- GPIB perlu menyusun materi pembinaan terhadap warga jemaat yang telah menikah.
- Majelis Sinode GPIB harus meneruskan dan membicarakan akta ini dalam kebersamaan PGI dan melalui PGI disampaikan kepada Pemerintah / Departemen Agama / Departemen Kehakiman / Dewan Perwakilan Rakyat, bahkan ke kalangan yang lebih luas
- Terhadap orang-orang yang meminta pemberkatan nikah setelah bercerai, hendaknya menjadi urusan orang yang bersangkutan itu bertempat tinggal.
- Rekomendasi
- Majelis Sinode diharapkan tidak menurunkan Akta Gereja ini terlebih dahulu ke Jemaat-Jemaat.
- Majelis Sinode GPIB hendaknya mengusulkan kepada Pemerintah agar mengeluarkan Peraturan Pemerintah yang menetapkan Akta Nikah yang diterbitkan GPIB berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, diakui sebagai Akta Nikah yang sah dan agar Gereja dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan Perceraian berdasarkan pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
- Majelis Sinode memberi mandat kepada tenaga Profesional untuk menyusun konsepsi teologis tentang Perkawinan dan Perceraian.
EUTHANASIA
- Masalah
- Istilah Euthanasia berasal dari dua kata Yunani. eu (baik, indah) dan thanatos (mati) yang berarti “mati baik” atau “mati indah”. Didalamnya terkandung pengertian kematian dengan tentram.
- Dalam perkembangannya, euthanasia digunakan dalam kasus-kasus dimana seseorang yang sedang dalam sakratul maut, dipertimbangkan untuk diakhiri perjalanan hidupnya.
- Dalam kaitannya dengan dunia kedokteran, pengertian euthanasia lebih ditekankan pada tindakan penderitaan pasien yang tidak dapat disembuhkan secara medis dengan mengakhiri hidupnya.
- Dari segi hukum euthanasia adalah tindakan pembunuh (KUHP pasal 340; 334; 380). Namun demikian dari segi ekonomi euthanasia meringankan pembiayaan pasien / keluarga pasien.
- Di tengah kenyataan-kenyataan ini, tidak tertutup kemungkinan bahwa warga gereja mengalami situasi seperti ini, baik sebagai pasien / keluarga pasien, atau pun dokter.
- Kesimpulan dan Telaah Gereja
Tindakaan euthanasia mempunyai sisi positif dan negatif.- Positif :
- Euthanasia mengakhiri penderitaan pasien yang tidak dapat disembuhkan secara medis;
- Euthanasia meringankan beban pembiayaan pasien / keluarga pasien;
- Dengan euthanasia, hak pasien untuk menentukan sendiri;
- Negatif :
- Euthanasia adalah tindakan pembunuhan.
- Tindakan euthanasia tidak bisa dianggap semata-mata cara mengakhiri penderitaan.
- Mengacu pada Pemahaman Iman GPIB butir I dan II tentang keselamatan manusia.
- Positif :
- Prinsip Penyelesaian
- Tindakan euthanasia berkaitan erat dengan etik moral seseorang dokter ataupun pasien / keluarga pasien itu sendiri.
- Dokter tidak mempunyai hak, dengan maksud baik apapun, diminta atau tidak diminta untuk mengakhiri hidup seorang pasien yang sedang menderita. Dokter terikat sumpahnya, tetapi dokter tidak mempunyai hak dengan alat atau fasilitas apapun, untuk merangsang kehidupan sekalipun sudah dapat ditemukan secara medis bahwa seorang pasien akan segera berakhir hidupnya.
- Allah menghendaki kehidupan dan karena itu euthanasia sebagai tindakan mengakhiri penderitaan dengan mempercepat / memperkenankan berakhirnya hidup seseorang, bertentangan dengan kehendak Allah. Tindakan ini hanyalah keinginan manusia tetapi bukan kehendak Allah (Roma 8 : 31 – 39).
- Petunjuk Pelaksanaan Bilamana warga gereja mengalami situasi ini, maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
- Pasien / Keluarga Pasien perlu meminta informasi medis yang selengkap-lengkapnya tentang kondisi pasien dan kemungkinan perawatan / pengobatan yang masih mungkin dilakukan.
- Pasien / Keluarga Pasien dan Dokter perlu mengkonsultasikan keadaan pasien dengan Pendeta dan mengambil langkah selanjutnya.
- Pendeta harus menghantar pasien / keluarga pasien atau Dokter untuk bertemu dengan Allah mengambil keputusan iman.
- Rekomendasi
Setiap masukan ditampung dan diteruskan kepada kelompok kerja Akta Gereja untuk penyempurnaan selanjutnya.
HOMOSEKS
- Masalah
- Pengertian : seseorang yang tertarik secara seksual kepada sesama jenis seksnya disebut homoseks. Bila itu terjadi pada wanita disebut lesbian.
- Masalah homoseksual masih rumit dan masih disalah mengerti oleh sebagian Jemaat / masyarakat. Hubungan seks antara seorang lakilaki yang mirip wanita dan seorang wanita yang bersifat laki-laki masih belum diterima sebagai homoseks, meskipun ada beberapa di antaranya menunjukkan ciri-ciri demikian
- Dalam kenyataan homoseksual cenderung menjadi gaya hidup yang ada dalam masyarakat.
- Gereja menggumuli masalah homoseks dalam menentukan sikapnya.
- Kesimpulan dan Telaah Gereja
- Seks sendiri adalah karunia Tuhan untuk dinikmati dalam hubungan suami-isteri serta alat untuk mengadakan keturunan (bandingkan Kejadian 1:28; 2:24; Amsal 5:18,19).
- Homoseks tidak dapat dibenarkan (Roma 1:27; I Timotius 1:10,11).
- Prinsip Penyelesaian
- Masalah homoseksual memerlukan penanganan yang arif dan tegas. Gereja tetap berpegang pada prinsip bahwa hubungan seks hanya dapat dibenarkan antara suami-isteri dalam lembaga nikah yang sah (bandingkan I Korintus 7:3, 4; Efesus 5:22-23).
- Untuk penanganan homoseksual diperlukan pendekatan melalui pembinaan yang intensif dan penggembalaan.
- Petunjuk Pelaksanaan
- Dalam kenyataan ada tiga hal yang dihadapi Gereja dalam penanganan masalah homoseks
- Seorang anggota Jemaat / masyarakat yang memiliki masalah homoseks.
- Sebagai pelaku homoseksual yang terselubung, yang biasanya dalam pembicaraannya ditandai “aku punya seorang teman. . .”
- Anggota keluarga baru sadar bahwa teman hidupnya adalah seorang homoseks.
- Untuk mencegah masalah homoseksual diperlukan pembinaan warga jemaat yang lebih diarahkan kepada kesejahteraan keluarga.
- Gereja berkewajiban menggembalakan terhadap seseorang dan keluarga yang memiliki masalah ini, disamping konsultasi dengan para ahli.
- Dalam kenyataan ada tiga hal yang dihadapi Gereja dalam penanganan masalah homoseks
POKOK-POKOK PIKIRAN AKTA GEREJA YANG PERLU DISUSUN
- Poligami / Poliandri
- Biseks
- Penjualan Organ Tubuh
- Penggunaan Rahim Orang Lain
REKOMENDASI-REKOMENDASI
- Masih diperlukan penyempurnaan sistimatika Akta Gereja GPIB khususnya menyangkut kehidupan berkeluarga. Dengan demikian semua Akta yang menyangkut kehidupan keluarga disatukan dalam satu Akta, yaitu Akta Pernikahan yang terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut :
- Pertunangan
- Pernikahan Campuran
- Abortus
- Perceraian
- Euthanasia
- "Tuntunan Sinodal" mengenai pelaksanaan Akta di Jemaat-Jemaat secara Administratif harus lebih cepat dan lugas.
- Suatu ketetapan Akta yang menyangkut kepentingan praktis dengan bobot teologis, penerapannya / pelaksanyaannya tidak usah menunggu Persidangan Sinode berikutnya. Akta bisa saja merupakan sesuatu yang dipertanggung jawabkan kemudian didalam Persidangan Sinode. Majelis Sinode diharapkan perannya dalam hal ini.
- Majelis Sinode diharapkan untuk memperhatikan hal-hal Liturgis menyangkut Akta-akta yang dihasilkan.
- Majelis Sinode diminta untuk mengadakan pertemuan “lintas Pokja” sehingga hasil-hasil pokja secara keseluruhan terintegrasi dan konsisten secara teologis. Sebagai contoh, Akta tentang Abortus harus merupakan pergumulan khusus kelompok Katekisasi juga, bukan hanya kelompok Akta Gereja.